Orang dengan gangguan penglihatan, baik low vision (penglihatan buruk) maupun buta pasti menemukan kesulitan-kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Terutama pada anak-anak yang gejalanya kerap diabaikan oleh orangtua.
Seperti Jaka, seorang tunanetra yang juga aktivis dalam organisasi CBM berbagi kisah pada saat ia berusia kanak-kanak. Gangguan penglihatan merupakan bawaan sejak lahir, saat ia anak-anak, penglihatannya pun menjadi tunnel vision, kondisi penglihatan yang menyebabkan penglihatan terbatas dan bertitik pada satu fokus.
Ia mengalami kesulitan dalam melihat benda-benda di sekitarnya. Sayangnya, orangtua Jaka tak mengindahkan gejala yang muncul padanya waktu kecil.
“Kalau saya ngejatuhin satu benda, ibu saya suruh ambil, saya mencari itu dengan susah payah, sementara ibu saya (bilang) ‘masa nggak kelihatan sih? Masa nggak bisa? Itu lho orang barangnya besar. Masa itu nggak kelihatan sih? Masa pintu ditabrak?’ Itu sering banget,” cerita Jaka saat simulasi Multi-Sensory Experience di Museum Macan, Jakarta Barat, Jumat (6/12/2019).
Menurut Jaka, yang ia rasakan saat kecil itu merupakan gejala gangguan penglihatan dan harus segera diperiksakan pada ahli mata. Namun Jaka baru diperiksakan oleh orangtuanya saat usianya 10 tahun dan sudah dikatakan terlambat. Kini, Jaka mengalami full blindness atau buta total.
Tak jauh berbeda dengan Jaka, Mustakim juga mengalami gangguan penglihatan sejak kecil. Ia kerap dimarahi orangtuanya karena tidak cepat ketika diminta mengambilkan barang. Meskipun ia telah menjelaskan kondisi penglihatannya, orangtuanya tetap tidak menyadari ada yang salah dengan kondisi mata Mustakim.
“Ibu saya juga kalau minta tolong mengambilkan suatu barang atau apapun nunjuknya pakai jari atau mulut, saya kan sudah jelaskan saya nggak bisa keliatan. Namanya orangtua ya gitu lagi gitu lagi. Diomelin ‘kamu nggak nurut’, tapi saya sudah jelasin tapi karena orangtua kurang pengalaman jadi kurang paham menghadapi anak yang low vision,” ungkapnya pada kesempatan yang sama.
Karena gejala tersebut diabaikan oleh orangtuanya, Mustakim kini mengalami low vision dengan mata kanannya buta total. Sebelumnya ia telah menjalani tiga kali operasi mata, namun operasi yang terakhir gagal.
Agar tidak terjadi lagi hal serupa pada anak lain, semua orangtua seharusnya mewaspadai gejala-gejala berikut:
1. Anak sering memicingkan mata saat melihat suatu objek.
2. Sering menabrak barang-barang di sekitar, seperti pintu atau meja.
3. Menonton televisi dengan jarak satu meter dan membaca buku dengan jarak lima centimeter, itu sudah jelas merupakan jarak yang tidak normal.
4. Anak sulit mengenali wajah orang lain.
5. Anak kesulitan menemukan benda-benda di sekitarnya, meskipun jaraknya dekat.
6. Anak kesulitan bermain dengan teman-temannya karena ada masalah penglihatan.
Jika terdapat indikasi tersebut, sebaiknya orangtua jangan menunggu sampai kondisi penglihatan anak semakin parah. Segera konsultasikan ke dokter atau ahli kesehatan mata. Jika tanda-tanda di atas diabaikan, maka penglihatan anak bisa semakin buruk bahkan mengalami kebutaan lambat laun.
Sumber : https://m.detik.com/health/true-story/d-4813387/cerita-tunanetra-yang-dimarahi-orangtua-karena-sering-tabrak-pintu
Dsg MKT : Senin, 9 Desember 2019